-->

A+ A-

tari remo
Tari remo kini menjadi tarian ikon kota surabaya. Tari remo terdapat versi surabaya, malang, jombang, bahkan probolinggo yang lebih dikenal tari glipang. Tarian remo asalnya sebagai tarian pembuka pentas seni ludruk namun dapat juga sebagai tarian selamat datang penyambut tamu sesuai kebutuhan. Pada perkembangannya tarian ini sering ditarikan secara terpisah sebagai sambutan atas tamu kenegaraan, ditarikan dalam upacara-upacara kenegaraan, maupun dalam festival kesenian daerah. Tarian ini sebenarnya menceritakan tentang perjuangan seorang pangeran dalam medan laga. Akan tetapi dalam perkembangannya tarian ini menjadi lebih sering ditarikan oleh perempuan, sehingga memunculkan gaya tarian yang lain: remo putri atau tari remo gaya perempuan.

Disaat menari, penarinya sambil menari juga diselingi dengan nyanyi ( ngidung) yang berisi pantun dengan iringan gendhing jula-juli surabayang diteruskan dengan tropongan, ada juga yang dilanjutkan dengan krucilan atau bahkan ditambah dengan nyanyi gendhing-gendhing kreasi baru. Dalam perkembangannya tari remo dapat berdiri sendiri sebagai tari lepas.
Karakteristik utama tari remo ini adalah gerakan kaki yang rancak serta di namis menggambarkan sifat dinamis dari masyarakat dan mencerminkan keberanian seorang pangeran. Iringan yang digunakan dalam tarian remo adalah musik gamelan dalam suatu gending yang terdiri dari bonang, saron, gambang, gender, slentem, siter, seruling, ketuk, kenong, kempul dan gong dengan irama slendro. 

Tokoh-tokoh penari remo yang masih terkenal hingga saat ini adalah : munalifattah dari sidoarjo, bollet dari jombang, markaban dari surabaya.

Sejarah Tari Remo
Modal yang seharusnya menjadi hasil bumi justru tidak jadi karena kemarau yang panjang, ataupun serangan tikus dan hama sawah. Pada suatu ketika, cak mo berbicara kepada istrinya untuk mengadakan pertunjukan yang dimana hasilnya dapat menjadi pemasukan keluarga, namun sang istri yang tidak memiliki jiwa seni beranggapan bahwa hal tersebut adalah ide yang tidak bagus.

Cak mo terus menerus membujuk sang istri untuk mendukungnya. cak mo yang memiliki latar belakang sebagai pemain jathilan pada group reyog adalah hal yang tabu untuk di cerikan, belum lagi menjadi gemblak sang warok. Untuk mensiasati sang istri agar tidak mengetahui latar belakangnya tentang kemampuan seni, cak mo memadukan seluruh gerakan tarian seluruh tokoh yang ada pada seni reyog di masukan dan dijadikan satu pada tariannya.

Dengan pakaian khas gemblakan tanpa anyaman kuda, cak mo mengadopsi dan menggunakan gagahahnya sang warok, gemulainya jathilan, lincahnya ganongan, tegasnya kelana sewandana bahkan hingga seni gambyongan (sejenis tayub) yang pada kala itu diminati masyarakat, pun menginspirasi menjadi gerakan tari yang diciptakannya. Sang istri yang hanya menggunakan sepasang kenong yang monoton dan berurutan untuk mengiringi sang suami menari serta mengucapkan sebuah parikan (pantun jawa) yang di nyanyikan yang menarik perhatian penonton dan penasaran.

Sepasang suami selalu menampilkan diri dari desa ke desa dari kota ke kota hingga adanya panggilan untuk menari pada acara pesta rakyat, paska panen, bersih desa. Hingga akhirnya sang bandar surabaya mendengar rumor tarian yang baru dan sederhana yang memukau seluruh penduduk. Hingga di undangkanlah suami istri ini ke kota terbesar kedua di jawa untuk menyuguhkan tarian tersebut. Dan mendapatakn penghasilan yang tak terduga.

Cak mo dan istrinya memutuskan untuk tinggal di kota Surabaya karena banyaknya yang mengundang cak mo.awalnya cak mo hanya menyebutkan tarian tandhakan lanangan, karena biasanya tandhakan di lakukan oleh seorang perempuan.

Namun hingga akhirnya terdapat orang-orang yang mengenali gerak tari yang di bawakan oleh cak mo, bahwa tarian tersebut miriplah dengan kesenian yang ada di reyog, hanya saja tarian yang dibawakan cak mo hanyalah sebuah rangkuman atau ringkasan dari seni reyog, hingga mengungkapkan kata “reyoge cak mo” (reyognya cak mo) yang di singkat menjadi REMO.




 
Top